Sabtu, 05 September 2009

Keutamaan Istighfar

Sering kita melafazhkan kalimat istighfar (astaghfirullahal adzhim wa'atubu ilaik) dalam berbagai kesempatan baik setelah shalat atau sambil memasak, merapikan rumah atau ketika kita khusyu' bermunajat kepada-Nya....banyak diantara kaum muslimin yang belum mengetahui begitu banyak keutamaan kalimat yang mulia ini...sehingga banyak diantara mereka mengeluh atas segala problema yang mereka hadapi baik kesempitan dalam rezeki, sulitnya mendapatkan keturunan, kegersangan hidup dan juga tidak kunjungnya hujan turun...semuanya telah Allah berikan jalan keluarnya dalam Al-Qur'an termaktub dalam surat Nuh ayat 10-12 mari bersama kita lihat ayat dan tafsirnya berikut ini...

“Maka aku katakan kepada mereka,’Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun (10) Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (11) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai(12)

”Ayat-ayat diatas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar:Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya.

Berdasarkan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiyallahu anhu berkata:”Midraara” adalah hujan yang turun dengan deras.(Shahihul Bukhari, 8/666)

Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:’Wa yumdidkum biamwalin wa banin’ Atha’ berkata: Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian .Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun

Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai.

Imam Al-Qurthubi berkata:”Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam surat Hud {Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya : Hud ayat 3} adaalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rezeki dan hujan” (Tafsir Al-Qurthubi 18/302]

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata:“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’ maknanya: bertobatlah kamu dari kemusyrikan dan esakanlah Dia Yang Maha Tinggi. Karena barangsiapa yang bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima taubatnya walaupun dosanya besar.Atau jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya, niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang didalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun itu untuk kalian”*

Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini beliau memohon hujan dari Allah Subhanahu wa ta’aala.

Muthrif meriwayatakan dari Asy-sya’bi:”Bahwasanya Umar radhiyallahu anhu keluar untuk memohon hujan bersama orang banyak. Dan, beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) Lalu beliau pulang. Maka seorang bertanya kepadanya,”Aku tidak mendengar anda memohon hujan” maka ia menjawab,”Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih {majadih yaitu: salah satu jenis bintang yang menurut bangsa Arab merupakan bintang (yang jika muncul) menunjukkan hujan akan turun. Maka Umar menjadikan istighfar sama dengan bintang-bintang tersebut, suatu bentuk komunikasi melalui apa yang mereka ketahui. Dan sebelumnya mereka menganggap bahwa adanya bintang tersebut pertanda akan turun hujan, dan bukan berarti bahwa Umar berpendapat bahwa turunnya hujan karena bintang-bintang tersebut.Tafsir Al_khazin, 7/154}langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat kesepuluh dan sebelas dari surat Nuh.

Imam Hasan Al-bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata:”Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” yang lain lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunya maka beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!” Dan, kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama.Dalam riwayat lain disebutkan:”Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya:Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam perkara dan anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar.

Maka Hasan Al-Bashri menjawab:”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri.tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat-Nya (Nuh ayat 10-12)Sebagai tambahan bahwa memohon ampun kepada Allah (istighfar) dalam ayat diatas menurut para ulama tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan hanya dengan lisan saja akan tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan apabila seseorang memohon ampun kepada Allah hanya dengan lisan saja tanpa disertai dengan perbuatan maka itu adalah pekerjaan para pendusta. (Al-Mufradat fi ghariibil Qur’an hal:362)

Ya,Allah jadikanlah kami termasuk hamba-hambaMu yang pandai beristighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya didunia maupun akhirat . Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin.Wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus makhluk-Nya.

Sumber:@ Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,GIP,4/818-820 Kunci-Kunci Rezki menurut Al-Qur’an dan Sunnah,Darul Haq,1998

PERINGATAN PENTING SELAMA RAMADHAN

Oleh: Muhammad Hasan Yusuf

Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah bulan agung yang wajib diperhatikan melebihi bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu ada beberapa peringatan penting:

1. Banyak terjadi keteledoran dalam tiga waktu berharga yang mahal, yaitu: setelah shalat fajar, yang biasanya disia-siakan dengan tidur atau jalan-jalan pagi secara ikhtilath (campur laki-laki dan perempuan); sore hari sebelum maghrib, yang biasa disia-siakan dengan sibuk membuat dan menyiapkan makanan berbuka; dan waktu sahur, yang disia-siakan dengan antara tidur dan sibuk dengan makan sahur. Padahal ketiga waktu tersebut adalah waktu perjalanan menuju Allah dengan berbagai ketaatan.

2. Berhati-hatilah, jangan memperbanyak tidur di bulan Ramadhan. Sebagaimana dikatakan oleh Syaddad bin Aus t : "Kami tidak mengenal tidur dalam bulan Ramadhan, dan tidak banyak tidur." Maka tidur yang paling bermanfaat adalah saat sangat dibutuhkan. Tidur di awal malam lebih terpuji dan bermanfaat daripada di akhirnya. Tidur di tengah hari lebih bermanfaat daripada di pagi dan sorenya. Setiap kali tidur itu dekat dengan kedua penghujung hari maka sedikit manfaatnya, banyak madharatnya, terutama tidur ashar, dan tidur di pagi hari kecuali bagi mereka yang tidak tidur semalaman.Dan termasuk perkara yang dibenci menurut salaf adalah tidur antara shalat subuh dan terbitnya matahari. Dikarenakan itu adalah waktu ghanimah (pembagian harta berharga), memanfaatkan waktu tersebut adalah sebuah keistimewaan yang agung menurut orang-orang yang menitinya dengan ketaatan, hingga seandainya mereka melalui panjangnya malam dengan ketaatan, mereka tidak akan mengizinkan berhenti melalui waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena waktu tersebut adalah awal hari dan kunci pembukanya, waktu turunnya rizqi, waktu mendapatkan bagian, dan waktu turunnya berkah. Darinyalah siang hari beranjak, dan seluruh hukum terseret di atas bagian tersebut. Maka hendaknya tidur pada saat tersebut adalah tidurnya orang yang sangat terpaksa. (Tahdzibu Madarijis Salikin (201))

3. Banyak diantara kaum wanita berada pada puncak semangat hingga datang padanya waktu haidh, lalu menurunlah semangatnya secara drastis yang dengannya dia tidak mampu lagi meneruskan amal yang serius setelah terputus dari haidh. Maka wajib bagi saudari muslimah untuk berusaha melipatgandakan amal-amal kebaikan dan ketaatan yang dibolehkan di masa-masa haidh. Berharaplah pahala dengan meninggalkan puasa serta shalat pada masa haidh, yaitu bahwa dia tidak meninggalkan peribadatan tersebut kecuali karena beribadah kepada Allah I, karena Allah-lah yang telah memerintahkan dengannya. Yang demikian itu lain dari apa yang diharapkan pahalanya dengan dituliskannya pahala untuknya seperti saat dia mengapalkannya pada hari-hari sucinya.
Berdasarkan sabda Nabi r:إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحً
ا"

Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka Allah I menuliskan pahala untuknya seperti saat dia beramal dalam keadaan sehat dan mukim (tidak musafir)." (Shahih, Shahihul Jami' (799))Mungkin juga ia bisa mengganti shalat dan puasa dengan berbagai bentuk taqarrub yang berbeda-beda, seperti berdzikir kepada Allah, beristighfar, bershalawat atas Nabi r, berdo'a, shadaqah, membaca kitab-kitab yang bermanfaat, turut andil dalam memberi buka orang-orang yang berpuasa, dan amal-amal kebaikan lainnya. Sebagaimana masih memungkinkan baginya untuk membaca tafsir al-Qur`an atau meneruskan khataman al-Qur`an yang telah dimulainya dengan cara mendengar dari kaset murattal. (AR)* (* Majalah Qiblati Volume 2 Edisi 12